Semoga ini adalah curhatan terakhir saya tentang patah hati dan menangis menyesal dan menyalahkan diri. Amin.
Setelah sekian lama akhirnya saya beres-beres kamar. Membersihkan bagian-bagian yang berdebu, merapihkan barang-barang yang berserak, membuka-buka memori dan kenangan dari barang-barang lama. Saya juga sudah mulai mengepak barang pemberian yang terlalu lama saya jaga dengan harapan si pemberi akan datang lagi. Sampai harapan itu rasanya akan sirna, akhinya saya kumpulkan semua barang-barang itu, pinjaman atau pun pemberian, saya masukkan dalam kotak, kemudian kotak itu saya simpan di sudut lemari pakaian paling dalam. Dengan harapan kalau tidak saya lihat, memori itu tidak akan terlalu sering datang dan bikin saya sedih.
Saya benar-benar takut. Saya takut masa depan saya. Saya takut gak bakal ketemu lagi orang kaya dia. Sampai sekarang terkadang saya masih menyesali diri dan menyalahkan diri saya sendiri. Terpuruk dalam masa lalu kalau saya yang salah. Ternyata mengampuni diri sendiri butuh proses yang panjang dan sulit.
Saya memang belum dewasa. Saya masih sangat keras kepala. Senang sekali saya mendebat dan penting sekali untuk memenangkan argumen. Seiring bertambahnya usia, rasanya keinginan untuk menang itu dijaga hanya untuk hal-hal yang prinsip saja. Sayang kalau energi saya sia-sia untuk sesuatu yang kurang penting. Apa daya kedewasaan itu datangnya baru akhir-akhir ini, waktu orangnya udah pergi.
Saya tahu kalau Tuhan memperbolehkan saya untuk mengalami sesuatu yg gak enak itu pasti untuk mendidik saya. Mempersiapkan saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Tapi rasanya sulit. Sambil membaca-baca buku harian lama saya, membuka-buka barang lama yg penuh dengan kenangan, air mata saya lagi-lagi bergulir. Sambil memohon ke Tuhan dalam doa saya, "tolong saya..".
Pertama kali saya dihadapkan pada sesuatu yang gak bisa saya kontrol. Sesuatu yang saya gak bisa menang dalam pertandingan dengan orang-orang lain. Sifat kompetitif saya dihancurkan. Diinjak-injak rasanya ego saya saat denger orang-orang mengumumkan pernikahannya, membawa pasangannya, dan bertanya ke saya, "kamu kapan? Ayo doong Rii!".
Penyesalan ini terus menghantui pikiran saya. Gak damai rasanya. Seperti ada awan hitam menyelubungi saya. Semesta seakan berkonspirasi.
Saya gak kuat. Ampuni saya ya Tuhan. Ampuni saya..
Saya sedang belajar untuk ikhlas kalau memang bukan jodoh, belajar untuk memaafkan diri sendiri kalau ya saya pernah melakukan kesalahan dan saya mau berubah, belajar untuk bilang, "Makasih Tuhan. Tuhan yang kasih, Tuhan yang ambil, terpujilah nama Tuhan".
Semua yang terjadi itu sudah Tuhan rancangkan. Helai rambut saya yang jatuh pun sudah bagian dari rancanganNya.
-Nat-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar