Kamis, 07 April 2016

"What is your feeling? Tell me.."

"Devastated, honestly speaking.."

Sepenggal percakapan saya dengan Soyoun via TC tadi siang.

Saya menangis, saya lelah, saya kehilangan harapan. Dua tahun lamanya saya coba bertahan dan berusaha belajar sebanyak-banyaknya. Sabar menantikan adanya kesempatan, berdoa dan selalu berharap.

Saya tolak tawaran menggiurkan yang pernah datang dengan pertimbangan yang saya kira baik. Percaya dengan doa dan harapan Tuhan menyertai pilihan saya. Dan sepertinya saya keliru. Pilihan ini melelahkan saya. Energi, pikiran dan terutama mental saya terkuras habis. Tidak ada lagi kepercayaan diri apakah saya cukup baik dan berpengalaman, dan usia terus bertambah.

Huft.

Harapan saya hanya ada pada Tuhan.
Kendali perjalanan hidup saya pun ada dalam genggaman Tuhan.
Apa boleh, apa layak.
Kapan terus berharap dan kapan untuk berhenti?

Regards,
Nat


Sabtu, 12 Maret 2016

Halaman yang Baru

Hi! :) 

Saat ini waktu di laptop saya menunjukkan pukul 12.00 tengah malam. Saat seharusnya orang beristirahat dari segala aktivitas dan kepenatan sehari, dan saat untuk mengumpulkan energi. Justru saya, di tengah rasa kantuk saya, mencoba untuk menahan supaya tidak tidur dan menulis. 
Ya... Menulis. Setelah tulisan terakhir saya di awal Januari, kini saya menulis lagi. 
Hmm.. semoga menarik. :D 

Kenapa butuh waktu lama untuk menuangkan tulisan lagi? Karena hal menarik yang saya rasakan di bulan Januari dan Februari (sama jugaa dengan bulan ini, Maret.) adalah satu hal yang sama. Hanya saja, di bulan-bulan kemarin, masih saya tahan untuk tidak saya bagi dalam blog ini, dengan satu dan berbagai alasan. Salah satunya adalah, saya masih ragu, saya masih trauma, saya masih belum bisa menggantikan topik utama dalam cerita saya di blog dulu-dulu dengan topik lain. 

Sampai akhirnya malam ini. Saya memutuskan untuk menulis kembali. Hore! :p 

Sudah 2 minggu berjalan dari sejak saya memutuskan untuk memulai hubungan dengan seseorang. Sejak saya meng-iya-kan ajakannya untuk menjalani hubungan yang lebih serius dari sekedar berteman dan bersenang-senang. Terus terang perasaan takut dan trauma masih mengikuti saya, mengendap-endap ingin merenggut kedamaian hati saya. Takut akan masa lalu dia, trauma dengan masa lalu saya, ragu dengan apa yang akan terjadi di masa depan. Kadang malu sendiri jadinya, seperti menghina Tuhan rasanya. 

Di masa-masa itu saya banyak berpikir, banyak curhat sana-sini, memperhatikan terus tingkah polahnya, kebiasaan-kebiasaannya yang dapat membuat saya 'ilfil' dan lain-lainnya. Satu yang justru saya cukup hindari, bertanya pada Tuhan, apakah dia orang yang tepat. Saya takut akan jawaban Tuhan. Saya takut jawaban Tuhan bukan seperti apa yang saya harapkan. Jadi, saya memutuskan untuk melakukan seperti kebanyakan orang bilang, "jalanin aja dulu, namanya juga masih pedekate, ntar pas dia nembak baru mikir..". He. Okeh. Lebih mudah dan gampang seperti itu soalnya. 
Duh... maap Tuhan. 

Selama masa "menjalani dulu", saya mulai menemukan karakter baik (di antara karakter-karakter anehnya) dari dia. Kesabarannya, kegigihannya untuk bertemu setiap hari (mungkin karena masih pedekate saja kali pikir saya. He.), kemauannya untuk mendengarkan cerita-cerita saya, dan saya ulangi lagi karena hal ini yang paling saya suka dari dia, kesabarannya (semoga masih dan akan tetap sabar ya bang). Oya, satu lagi, kemampuannya menunjukkan afeksinya kepada saya. 
Bersama dia, saya tenang.
Tidak mudah untuk saya menemukan seseorang yang bersamanya saya bisa menjadi diri saya sendiri. Saya ingat sekali di hari ulang tahun saya, 24 Desember 2015, saya meminta kepada seseorang untuk mendoakan saya agar saya dipertemukan dengan laki-laki yang mungkin tidak sebaik yang dulu, tapi minimal bersamanya saya bisa merasa aman menjadi diri sendiri. Damai dalam menjalani hubungan. Dan ya... bersama dia, saya tenang. :) 
*btw saya gak maksud kepedean untuk klaim hubungan kami baik-baik saja dan akan selalu baik dan damai, secara hubungannya saja baru 2 minggu. Itu sebabnya tidak henti-hentinya saya berdoa ke Tuhan untuk menjaga dan melindungi kami dari segala macam pencobaan. Amin.* 

Kembali lagi ke masalah doa. Saya ingat kalau akhirnya saya berdoa di pagi hari Jumat 26 Februari 2016, bertanya kepada Tuhan apakah yang harus saya pilih, sesuai dengan kehendak Tuhan. Dan di malam harinya, saya memutuskan untuk memilih dia, sambil saya berdoa ke Tuhan, kalau Tuhan berkenan tolong Tuhan bukakan jalan. Bukan... bukan saya meminta jalan yang mudah dan lurus ke Tuhan. Tapi saya rasa, saat Tuhan sudah berencana, Tuhan juga yang mempersiapkan A-Z nya bagi saya dan dia untuk akhirnya bertemu dan berkomitmen. Please correct me if my understanding about God is wrong

Dan saat saya menulis tulisan ini, saya menjadi teringat kembali. Sehari sebelum saya diperkenalkan dengannya via whatsapp messenger, saya beribadah kepada Tuhan saya, saya berpuasa. Keesokan harinya, teman saya Siska memperkenalkan saya dengan dia. Apakah dia jawaban dari Tuhan atau tidak, saya tidak tahu. Saya imani saja apa yang saya jalani saat ini. 
Tuhan yang memberi, Tuhan yang ambil, terpujilah nama Tuhan. :) 

Oya, mmm, buat kamu si dia yang saya ceritakan di cerita kali ini. Mungkin ini terdengar cheesy, dan saya pun agak jarang mengungkapkan perasaan saya lewat omongan saya. Seringnya saya malah mem-bully. :p 
Tapi percaya lah, bully-an itu tanda sayang saya ko. 

So anyway.."Any day spent with you is my favourite day. So, today is my new favourite day!"


Cheers, 
Nat

Jumat, 01 Januari 2016

Nakhkodaku

Angin taufan hembus, menderu-deru, bertalu-talu, memukul bahteraku.. Aduh.. Aduh..

Huuuu.. Bahtera hidupku...
Aaaaa.. Samudera lepas..

Patahlah kemudi, putuslah harapanku, terhempas di karang yang tegar.
Tinggal puing-puing, hancur berserakan, sebentar lagi ku kan tenggelam.

Tiada lagi suar yang menerangiku.
Tiada lagi teman yang mau menolongku.
Oh Tuhan Nakhkodaku, kawan yang setia.
Arahkanlah jalan hidupku.

Sekeping salibMu jadi penolongku.
Yang membawaku menuju ke seberang.
Hanya Engkau lah saja, Nakhkoda benar, yang memimpin Bahtera hidupku.

Yesuslah juga penolongku, selalu kudamba-dambakan.
Yesuslah juga Nakhkodaku, selalu kuharap-harapkan.
Hanya Engkau saja, Nakhkoda penolongku yang benar, yang memimpin Bahtera hidupku.

Yesuslah penolong melihat Bahteraku, yang telah karam pecah berkeping.
Dengan tangan kasih, dikumpul kembali, jadi Bahtera yang utuh lagi.

Kini ku tak gentar, walau taufan kencang, sebab Tuhan jadi Nakhkodaku.

Yang memimpin Bahtera hidupku..

**

Lirik lagu di atas adalah lagu buatan guru paduan suara Glorify, biasa saya panggil Papa Daud. Lagu ini salah satu lagu favorit saya, dengan lirik yang dalam dan nada yang padu. Indah sekali saat dinyanyikan dalam Paduan Suara. Terlebih Papa Daud selalu menyampaikan sejarah di balik lagu ini terlebih dahulu, sebelum kami menyanyikannya.

Lagu ini adalah tentang kapal Tampomas yang tenggelam, dan ditemukan 1 keluarga kristen yang selamat dari peristiwa tersebut. Terinspirasi oleh kisah keluarga yang selamat, kemudian Papa Daud membuat lagu Nakhkodaku.

Dan hebatnya, meski pun Papa Daud tidak ada secara langsung dalam peristiwa tenggelamnya kapal itu, tetapi beliau bisa dengan cantik sekaligus menguatkan dalam penulisan liriknya. Seakan-akan kita bisa merasakan kuat dan kasih tangan Tuhan dalam menuntun kapal tenggelam tersebut.

***

Mengawali tahun 2016 ini, saya bersyukur diingatkan Tuhan lewat lagu ini. Ntah bagaimana tiba-tiba saya dan keluarga di mobil menyanyikan lagu Nakhkodaku lengkap dari awal sampai akhir dengan berbagi suara. Sambil menyanyikan lagu tersebut, saya ikut menghayati liriknya yang dalam.

Tuhan adalah nakhkoda bahtera hidup saya. Bahkan kapal yang hancur tinggal puing pun, bisa dikumpulkan kembali oleh tanganNya.

Saya harus kuat. Menjadi perempuan tangguh. Tidak boleh lagi gentar menghantui saya.

****

Selamat datang tahun 2016. :)

Regards,
Nat

Jumat, 11 Desember 2015

Yang Terakhir?

Semoga ini adalah curhatan terakhir saya tentang patah hati dan menangis menyesal dan menyalahkan diri. Amin.

Setelah sekian lama akhirnya saya beres-beres kamar. Membersihkan bagian-bagian yang berdebu, merapihkan barang-barang yang berserak, membuka-buka memori dan kenangan dari barang-barang lama. Saya juga sudah mulai mengepak barang pemberian yang terlalu lama saya jaga dengan harapan si pemberi akan datang lagi. Sampai harapan itu rasanya akan sirna, akhinya saya kumpulkan semua barang-barang itu, pinjaman atau pun pemberian, saya masukkan dalam kotak, kemudian kotak itu saya simpan di sudut lemari pakaian paling dalam. Dengan harapan kalau tidak saya lihat, memori itu tidak akan terlalu sering datang dan bikin saya sedih.

Saya benar-benar takut. Saya takut masa depan saya. Saya takut gak bakal ketemu lagi orang kaya dia. Sampai sekarang terkadang saya masih menyesali diri dan menyalahkan diri saya sendiri. Terpuruk dalam masa lalu kalau saya yang salah. Ternyata mengampuni diri sendiri butuh proses yang panjang dan sulit.

Saya memang belum dewasa. Saya masih sangat keras kepala. Senang sekali saya mendebat dan penting sekali untuk memenangkan argumen. Seiring bertambahnya usia, rasanya keinginan untuk menang itu dijaga hanya untuk hal-hal yang prinsip saja. Sayang kalau energi saya sia-sia untuk sesuatu yang kurang penting. Apa daya kedewasaan itu datangnya baru akhir-akhir ini, waktu orangnya udah pergi.

Saya tahu kalau Tuhan memperbolehkan saya untuk mengalami sesuatu yg gak enak itu pasti untuk mendidik saya. Mempersiapkan saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Tapi rasanya sulit. Sambil membaca-baca buku harian lama saya, membuka-buka barang lama yg penuh dengan kenangan, air mata saya lagi-lagi bergulir. Sambil memohon ke Tuhan dalam doa saya, "tolong saya..".

Pertama kali saya dihadapkan pada sesuatu yang gak bisa saya kontrol. Sesuatu yang saya gak bisa menang dalam pertandingan dengan orang-orang lain. Sifat kompetitif saya dihancurkan. Diinjak-injak rasanya ego saya saat denger orang-orang mengumumkan pernikahannya, membawa pasangannya, dan bertanya ke saya, "kamu kapan? Ayo doong Rii!".

Penyesalan ini terus menghantui pikiran saya. Gak damai rasanya. Seperti ada awan hitam menyelubungi saya. Semesta seakan berkonspirasi.

Saya gak kuat. Ampuni saya ya Tuhan. Ampuni saya..

Saya sedang belajar untuk ikhlas kalau memang bukan jodoh, belajar untuk memaafkan diri sendiri kalau ya saya pernah melakukan kesalahan dan saya mau berubah, belajar untuk bilang, "Makasih Tuhan. Tuhan yang kasih, Tuhan yang ambil, terpujilah nama Tuhan".

Semua yang terjadi itu sudah Tuhan rancangkan. Helai rambut saya yang jatuh pun sudah bagian dari rancanganNya.

-Nat-

Minggu, 18 Oktober 2015

Night Jog

Tadi aku jogging. Yes, joggingnya malem. Dan ini sudah kali kedua sebenarnya.

Aku suka olahraga, tapi susah bangun pagi. Itu sebabnya kebiasaan jogging terkesampingkan selama berbulan-bulan karena bangun yang gak bisa pagi.

Jalan keluar? Tentu ada. Malem! He.
Ternyata yang jogging malem lumayan banyak. Meskipun lapangan gelap klo ga ada yang sewa buat futsal, tapi lampu-lampu gedung tinggi lumayan terang dan cukup ko track-nya masih bisa keliatan.

Oke. Jogging malam akan jadi salah satu kegiatan produktif pengisi waktu dan penghalau galau aku selanjutnya. Badan sehat, otak segar, hati senang.

See u at the jogging track!

Cheers,
Nat

Senin, 07 September 2015

Always on my Mind

Air mata saya bergulir lagi malam ini. Baca cerita-cerita lama saya di blog membangkitkan memori saya. Masa-masa waktu saya senang, atau sedih, kehilangan, belajar, dan semua perasaan saya yang diceritakan secara random. Kadang hal yang sangat spesial, kadang juga hanya cerita biasa tentang keseharian.

Ada cerita-cerita yang sengaja saya hide untuk saya melupakan cerita itu. Tapi waktu barusan saya baca ulang, ternyata masih bisa bikin saya nangis lagi. Hadeehhh. Kenapa air mata murah bgt lah, gampang keluar. Zzzzzzzz.

*

Beberapa hari yang lalu saya kerja sambil memakai headset, mendengarkan musik. Menjaga fokus saya untuk terus bekerja tanpa harus mendengar berisiknya orang-orang di kantor. Ritual saya: buka laptop, buka email, pasang headset, buka youtube, dengerin musik, kerja.

Dan musik yang saya dengarkan selalu berganti setiap harinya.

Sampai kepada lagu Michael Bubble. Lagu itu tidak begitu saya kenal. Tapi tiba-tiba saya tertegun mendengar liriknya, "give me one more chance to keep you satisfied.. You will always on my mind..". Saya langsung terdiam beberapa saat waktu mendengar lagu tersebut. Saya putar ulang beberapa kali. Meresapi merdu suara penyanyi dan liriknya yang dalam. Dan memori-memori itu datang lagi.

Hmm.

Regards,
Nat

Jumat, 19 Juni 2015

Bapak

Saya berjumpa dengan bapak saya. Hore saya senang! :D

Sudah 3 minggu soalnya saya gak ketemu dengan bapak. Dapat saya rasakan betapa bapak sudah semakin tua dan kurus. Yah, mungkin ada kaitan dengan penyakitnya juga. Tapi saya bersyukur bapak masih bisa berjalan-jalan, dan bertemu dengan kami anak dan cucunya yang di Jakarta.

Puji Tuhan. ☺️

Tapi saya agak sedih, karena tiba-tiba bapak memutuskan untuk pulang ke Bandung malam ini juga. Padahal rencana awalnya bapak akan pulang besok sore. Sepertinya bapak merasa hanya akan merepotkan dan memperlambat rencana jalan-jalan kami besok ke pantai ancol.

Itulah bapak saya. Bapak terbaik yang pernah saya punya. Jalan Tuhan memang luar biasa dalam hidup saya makanya saya bisa dibesarkan oleh bapak sebaik ini.

Dalam doa saya, tuturan permintaan saya yang utama adalah kiranya bapak saya yang sangat baik ini selalu dikasih Tuhan bahagia.

Sehat-sehat ya pak!

- dan sudah saya terima kedua gifts tersebut sedari saya kecil sampai sekarang. Terima kasih bapak! -

Regards,
Nat