Minggu, 26 Oktober 2014

Bapak

Kubersyukur dan kubermazmur bagi nama Tuhanku yang kudus.

Beberapa hari yang lalu saya dapat kesempatan untuk mengantarkan bapak saya, orang tua saya terkasih, untuk berobat ke Malaka. Kebetulan saya selalu yang menemani bapak saya, saat menunggu dokter, saat menunggu resep obat, konsultasi dengan dokter, dll.

Saat konsultasi, hasil diagnosa dokter menyebutkan bahwa bapak saya mengidap penyakit Alzheimer dan Parkinson. Saya kaget. Jauh berbeda dengan diagnosa dokter di Bandung, dan saya tidak tahu diagnosa dokter mana yang paling benar. Hmm.

Tapi satu hal yang paling membuat saya sedih selama beberapa hari kami di luar negeri adalah bagaimana saya menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri penurunan kemampuan bapak dalam hampir setiap hal. Gerakan, daya tangkap, daya ingat, kecepatan, dan lain-lain, bahkan untuk meresleting jaketnya pun bapak membutuhkan waktu cukup lama.

Alzheimer tidak bisa disembuhkan. Obat yang diberikan dokter hanya berfungsi untuk memperlambat penurunan kesehatan bapak. Dan setiap mengingat hal tersebut, air mata saya tidak kuasa saya tahan. Sedih rasanya melihat bapak yang dulunya begitu gagah, menjadi sosok yang tampak tua dan lelah. Saya bisa merasakan bagaimana bapak saya menjadi pasien yang sangat baik dan penurut demi bisa kembali ke kondisi fisiknya yang semula. Bagaimana bapak dengan rajinnya makan obat tepat waktu, tidak pernah mengeluh untuk makanan yang disediakan bagi beliau, dan berusaha berjalan dan beraktivitas dengan tidak mau menyusahkan orang lain.

Bapak orang baik. Kenapa orang baik dibiarkan menderita?

Suatu pagi saat kami sarapan di hotel, saya melihat bapak menangis. Bapak menangis sambil mengatakan betapa dia sangat mencemaskan dua anaknya yang tidak seberuntung orang lain. Bapak bilang mungkin salah satu penyebab penyakitnya pun karena hal itu, terlalu mencemaskan dua anaknya. Beliau bilang, anak-anaknya semua adalah anak-anak yang baik, tapi kenapa tidak semua nasib anaknya beruntung. Sambil menangis bapak berkata seperti itu.

Sakit hati saya melihat bapak menangis. Dan itu pertama kali saya melihat bapak menangis.
Tidak bisa kami manusia mengerti, kenapa Tuhan membiarkan orang baik menderita. Karena kami hanyalah manusia dengan pemikiran terbatas. Kami hanya bisa bersyukur, adanya hal-hal yang kami terima, baik atau buruknya, mengajarkan kami untuk selalu bersandar pada Tuhan. Orang baik tidak harus bernasib baik. Tuhan tidak menjanjikan harta emas berlimpah di dunia bagi orang baik. Tuhan menjanjikan yang jauh lebih berharga lagi bagi para orang baik, darah pengorbananNya di kayu salib.

Sambil menulis ini, saya hanya mampu berdoa dan memohon. Untuk orang-orang baik seperti bapak saya, kiranya Tuhan jagai dan sertai serta mantapkan setiap langkah kaki bapak saya dalam menjalani sisa hari-harinya selagi beliau masih memiliki kesehatannya. Dan kiranya Tuhan berkenan menjagai bapak saya, di bumi dan di surga, karena saya tahu bapak saya menjalankan tugasnya sampai detik ini sebagai bapak, suami, anak, kakek, dan teman yang hebat bagi orang sekelilingnya terutama bagi Tuhan. Karena saya percaya, tidak satu iota pun janji Tuhan gagal terpenuhi.

Ampuni kami ya Tuhan.

Regards,
Nat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar